Beranda | Artikel
Meninggalkan Shalat Bukan Perkara Sepele
Rabu, 19 Oktober 2011

Sungguh kebanyakan kaum muslimin sekarang ini telah meremehkan masalah sholat, bahkan mengabaikannya. Tidak jarang sebagian mereka sudah telah benar-benar meninggalkan sholat karena meremahkannya.

Ini adalah permasalahan serius sekali yang telah diujikan kepada manusia dan juga diperselisihkan oleh para ‘ulama dan para imam kaum muslimin yang terdahulu maupun sekarang.

 

Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata : “Orang yang telah meninggalkan sholat telah kufur, kufur yang mengeluarkan seseorang dari agama. Dia dibunuh apabila tidak segera bertaubat atau mengerjakan sholat.”

Imam Abu Hanifah, Malik, dan Asy Syafi’iy berkata : “Dia orang yang fasik akan tetapi tidak dikafirkan.” Kemudian mereka bertiga berselisih, Malik dan Syafi’I berkata :”Dia dibunuh sebagai hukuman”. Dan Abu Hanifah berkata :”Dia dicela (ditegur) dan tidak dibunuh.”

Dikarenakan ini adalah suatu permasalahan yang dipersilisihkan, wajib dikembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisaa’ : 59 : “Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rosul (sunnah-nya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian).”

Apabila kita kembalikan semua perselisihan tersebut kepada Al Qur’an dan As Sunnah maka akan kita dapatkan bahwa Al Qur’an dan As Sunnah menunjukkan kekufuran orang yang meninggalkan sholat yaitu kufur yang mengeluarkan seorang muslim dari Islam.

Dalil-dalil dari Al Qur’an

1. Dalam surat At Taubah ayat 11, Allah berfirman,”Jika mereka (orang-orang musyrikin) bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka mereka itu adalah saudara-saudaramu seagama.”

Dalam  ayat ini Allah mensyaratkan terjadinya persaudaraan antara kita dengan orang-orang musyrikin dengan tiga syarat, yaitu :

a. Orang-orang musyrikin tersebut bertaubat dari kesyirikan,

b. Menegakkan shalat, dan

c. Menunaikan zakat.

Seandainya mereka (orang-orang musyrikin) bertaubat dari kesyirikan tetapi tidak mengerjakan sholat dan juga tidak menunaikan zakat maka belumlah menjadi saudara kita.

Seandainya mereka mengerjakan sholat tetapi tidak menunaikan zakat maka mereka juga belum menjadi saudara kita. Akan tetapi pendapat yang unggul, dia tidak dikafirkan (karena tidak menunaikan zakat) akan tetapi diberi hukuman yang berat sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Huroiroh, bahwa Nabi menyebutkan hukuman terhadap orang yang menahan zakat, dan akhir hadits disebutkan : “kemudian dia akan melihat jalannya, bisa jadi ke surga dan bisa jadi juga ke neraka.”

Persaudaraan (seagama) tidaklah akan hilang kecuali bila seseorang keluar dari agama secara keseluruhan, bukan karena suatu kefasikan dan bukan karena kufur duuna kufrin (bukan kufur akbar).

2. Dan dalam Surat Maryam ayat 59 – 60, Allah berfirman,”Maka datanglah sesudah mereka (orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah), pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya. Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman, dan beramal sholih, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak teraniaya (dirugikan) sedikitpun.”

Dalam ayat yang kedua ini, Allah berfirman berkenaan dengan  mereka yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsu : “kecuali orang yang bertaubat dan beriman …”. Ini menunjukkan bahwa ketika mereka menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsu, tidak dalam keadaan beriman.

Dalil-dalil dari As Sunnah

1. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al Imaan dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya batas seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan sholat.”

2. Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidziy, An Nasaaiy, dan Ibnu Majah dari Buroidah bin Al Hasib, dia berkata : Aku mendengar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Perjanjian yang memisahkan antara kita dengan mereka (orang-orang kafir) adalah sholat. Maka barangsiapa yang telah meninggalkan sholat sungguh dia telah kufur.”

Apabila ada yang berkata : Apakah nash-nash yang menunjukkan kepada kekufuran orang yang meninggalkan sholat tidak bisa dibawa kepada orang yang meninggalkannya karena mengingkari kewajibannya ?

Jawab : tidak bisa karena terdapat dua bahaya :

1. Merusak bentuk (sifat) yang telah dipilih dan dihukumi oleh Allah. Sesungguhnya Allah telah menetapkan hukum kufur terhadap orang yang meninggalkan sholat tanpa ada kalimat “mengingkari kewajiban”. Allah tidaklah berfirman :” Jika mereka (orang-orang musyrikin) bertaubat, dan mengakui akan kewajiban sholat …” dan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam tidak pula bersabda : “Sesungguhnya batas seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah mengingkari kewajiban sholat.”

Seandainya seperti ini yang dimaksudkan oleh Allah dan Rasul-Nya berarti telah menyelisihi penjelasan yang dibawa oleh Al Qur’anul Karim, di mana Allah berfirman :”Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS An Nahl : 89)

2. Memilih bentuk dan menetapkan hukum yang mana tidak dipilih oleh Allah.

Mengingkari kewajiban sholat lima waktu berarti menetapkan kekufuran seseorang yang tidak boleh beralasan dengan ketidak tahuannya terhadap hukum sholat. Baik dia telah menegakkan sholat atau meninggalkannya.

Jelaslah bahwa meninggalkan sholat tanpa udzur merupakan suatu kekufuran yang mengeluarkan seseorang dari agama sesuai dengan dalil-dalil ini. Dan dapat pula diperkuat dengan ijma’ para sahabat sebagaimana Abdullah bin Syaqiq berkata : “Para sahabat Nabi tidak pernah menganggap suatu amalan yang apabila ditinggalkan menyebabkan kekufuran kecuali sholat.”

Walllahu waliyyut taufiq.

 

Tulisan lawas Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com


Artikel asli: https://remajaislam.com/212-meninggalkan-shalat-bukan-perkara-sepele.html